Investasi Emotional Dan Intelektual Anak Melalui Traveling

Traveling atau jalan-jalan, adalah kegiatan yang identik dengan kesenangan dan menyehatkan jiwa. Bahkan diyakini traveling bisa menjadi healing. Ngomongin traveling, Moms lebih suka jalan sendirian atau bersama romongan, nih? Untuk kali ini, kita bahas tentang traveling mandiri, yuk!

Dikenal dengan sebutan lain Solo Traveling, ini biasanya menunjukkan pada aktifitas perjalanan yang dilakukan seorang (anak) sendirian, tanpa pendampingan keluarga maupun teman. Bisa juga berarti berpetualang bersama teman-teman, tapi mereka memiliki kendali penuh dalam mengambil keputusan yang ada hubungannya dengan pejalanan tersebut, tanpa bantuan orang dewasa.

Traveling Sebagai Simulasi Mini Kehidupan.

Melakukan traveling Mandiri disebut sebagai salah satu skill yang penting untuk bisa dimiliki dan perlu mulai diajarkan kepada anak sejak dini. Sebab termasuk dalam salah satu kemampuan bertahan hidup (survival skill) yang mendekati kondisi perjalanan kehidupan itu sendiri, dalam versi singkat. Jadi seperti simulasi sebagian dari hidup.

Orang tua dapat dianggap melakukan investasi emosional dan intelektual pada anak ketika mengajarkan konsep jalan-jalan secara mandiri tersebut. Beberapa institusi sekolah swasta tertentu, bahkan telah mengaplikasikan program traveling mandiri ini menjadi salah satu materi pembelajaran kepada murid-muridnya. Karena banyak yang setuju bahwa pengalaman jalan-jalan sendiri atau kemampuan me-manage perjalanan sendiri, memiliki manfaat yang signifikan pada perkembangan anak. Selama dilakukan secara terstruktur.

Investasi Emotional Dan Intelektual Anak Melalui Traveling

Sekurangnya ada lima hal yang terstimulasi ketika seorang anak mampu melakukan perjalanan mandiri.

1. Pengembangan kemandirian dan rasa percaya diri adalah yang nomor satu yang akan dimiliki. Hal ini karena melibatkan kemampuan merencanakan, mengambil keputusan dan mengatasi masalah sendiri. Ini juga bisa untuk mempersiapkan mereka menghadapi tantangan kehidupan yang lebih besar.

2. Ketrampilan sosial dan pembelajaran aktif. Interaksi yang dilakukan dengan orang-oang dari latar belakang yang beragam di lokasi tujuan yang berbeda-beda. Ini bisa ‘menantang’ seseorang untuk belajar secara langsung bagaimana mengembangkan empati, komunikasi, budaya, sejarah dan bahasa.

3. Pengelolaan anggaran. Ketika akan melakukan perjalanan mandiri. Anak-anak dituntut untuk mampu mengelola uang dan paham nilai-nilai finansial dalam poses eksekusi setiap keputusan kegiatan.

4. Memahami dunia yang lebih luas. Semakin meluasnya interaksi antar budaya, dapat memungkinkan anak untuk terlibat secara langsung. Sehinggaa terbuka wawasan dan pikiran mereka. Ini akan memperluas pemahaman mereka tentang dunia.

5. Memori dan pengalaman hidup. Investasi emosional ada di poin ini, yaitu ketika anak kemudian memiliki cerita-cerita pribadi yang unik, Itu akan terkait pengalaman perjalanannya yang dapat dibagikan kepada orang lain, di masa depan kelak. Ini adalah wujud tabungan kenangan yang berarti.

Mengenalkan Konsep Traveling Sejak Dini.

Tahapan mengajarkan konsep traveling mandiri pada anak, bisa dimulai sejak usia pra sekolah. Menunjukkan ataupun membacakan media buku cerita gambar, majalah dan video tempat-tempat menarik, dapat menjadi pemantik minat mereka. Mengajak langsung berkunjung ke lokasi adalah step berikut untuk memberikan sensasi terhadap perjalanan itu sendiri.

Dengan mempertimbangkan tingkat kematangan, keamanan dan kesiapan anak, orang tua ataupun orang dewasa dapat mulai untuk mengajarkan cara membaca peta dan arah sederhana. Sembari tetap menekankan pada pentingnya menjaga keselamatan.

Seiring bertambah usia dan pengalaman anak, pembelajaran selanjutnya yang dapat diberikan adalah melalui mengajak bersama membuat perencanaan perjalanan keluarga dan kelompok, dengan tugas yang lebih kompleks. Seperti memberi kewenangan mengatur sendiri akomodasi, mengelola anggaran, hingga aktifitas yang akan dilakukan. Tentu saja orang tua tetap ada peran dalam hal ini, yaitu sebagai fungsi konsultatif dan pengontrolan.

Manfaat Melakukan Simulasi Sebagai Proses.

Traveling adalah sebuah perjalanan yang pada hakikatnya adalah sebuah pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tapi tidak melulu tentang jarak. Maka titik tolak pengajaran tentang traveling mandiri bisa dimulai saat melakukan aktifitas perjalanan apapun, sejak keluar dari rumah. Ajarkan anak menentukan tujuan, mengenalkan moda transportasi, memanfaatkannya dan mengetahui langkah antisipasi jika terjadi situasi darurat.

Setiap orang tua tentu punya cara sendiri-sendiri dalam membagi pengetahuan pada anak-anak mereka. Termasuk pembelajaran traveling mandiri ini. Saya sendiri memilih melakukan cara simulasi untuk mengajarkannya. Beberapa misalnya, saat memutuskan untuk mengenalkan mereka naik angkot sendiri. Maka langkah awalnya dimulai dari mempelajari rute ke titik tujuan dengan menumpang angkot bersama anak. Ajarkan anak untuk meperhatikan dan menandai fitur geografis di sepanjang jalan yang dilalui. Tunjukan potensi bahaya yang mungkin terjadi lalu ajarkan cara antisipasinya.

Tentunya langkah itu perlu diulang beberapa kali sampai kita merasa anak menguasai situasi. Setelah itu kemampuan mereka ditambah dengan pergi bersama tapi beda tempat duduk. Ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri anak secara perlahan. Level berikutnya bisa dilanjutkan dengan pergi bersama tapi beda kendaraan. Anak menggunakan transportasi umum, kita mengikuti dengan kendaraan yang berbeda. Hingga tujuan akhirnya adalah anak kemudian bisa dilepas sendiri. Lakukan evaluasi setiap kali anak melakukan pengalaman barunya.

Melatih kebiasaan dan meningkatkan tantangan bagi anak, akan membuat mereka mendapatkan lapisan pondasi pengalaman yang kuat.

Tanamkan kepada mereka, selain Rencana Perjalanan dan Anggaran, faktor keselamatan adalah penting, yang meliputi diri sendiri, orang lain, barang berharga dan lingkungan sekitar. Perlu dipastikan juga bagaimana akses komunikasi selama mereka jauh, kelengkapan dokumentasi pendukung dan tata krama beretika serta orma sosial yang berlaku di daerah tujuan.

Pada akhirnya setiap orang akan bertemu situasi kesendirian. Maka membiasakan `jalan sendiri` mungkin bisa jadi media berlatih untuk mengurangi efek kejut, ketika berhadapan dengan situasi yang real. Menguasai ketrampilan traveling mandiri akan membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah melalui pengalaman kultural, yang semuanya penting perannya untuk membangun kepercayaan diri sekaligus membentuk ketangguhan dalam bertahan. (JoV)

Editor & Ilustrasi: Ans

==========================================

Tentang Penulis

Jowvy Kumala

Lulusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin yang nyambi 10 tahun sebagai penyiar di empat radio swasta plus di TVRI stasiun Makassar, di sela-sela waktu kuliahnya. Sempat berkarya sebagai Public Relation di sebuah bank, lalu pindah ke industri Telekomunikasi Seluler berotasi mengisi beberapa departemen dalam divisi Corporate Communication selama 19 tahun. Setelah mengambil pensiun dini tahun 2020, ia serius menjalani passionnya sebagai Instruktur Selam, sekaligus mendampingi putri bungsunya Homeschooling. Menjadi volunteer adalah salah satu ‘kegemaran’nya yang dilakukan untuk menularkan jiwa peduli dan berbagi sebagai fitrah manusia, pada keempat anaknya. Mulai dari aktivitas charity, mengajar, olahraga, survey hingga tanggap bencana sudah pernah dilaluinya. Bergabung dan berkontribusi di SMI tentu memberikan semangat tersendiri baginya untuk bisa belajar sekaligus berkontribusi kepada para Ibu Tunggal se-Indonesia.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *