Setiap tahun, saat momen ulang tahun anak tiba, saya, sebagai single mom tak bisa menahan gelora emosi yang menghampiri hati. Namun, bukanlah kesedihan yang menjadi sorotan utama. Melainkan kelegawaan yang perlahan tumbuh dan mengajar saya arti pentingnya merelakan anak menjadi bagian dari keluarga ayahnya. Moment ini mengingatkan saya betapa anak bukanlah milik saya semata. Peran saya sebagai ibu akan tetap abadi walaupun telah berakhir menjadi istri ayahnya.
Awalnya, saat kami memutuskan untuk berpisah, saya harus berjuang melawan ego dan rasa takut yang merayap dalam pikiran. Saya takut kehilangan kendali dan takut anak kami akan menjadi orang yang asing bagi saya. Namun, seiring berjalannya waktu dan momen-momen ulang tahun anak yang selalu tiba, saya mulai belajar legowo dan memahami bahwa membahagiakan anak adalah tujuan utama sebagai orang tua.
Setiap ulang tahun anak merupakan kesempatan untuk melihat betapa besar dan beragamnya cinta dalam keluarga. Saya menyaksikan betapa senangnya anak melihat kehadiran ayahnya dan keluarga dari pihak ayah yang hadir dalam momen tersebut. Melalui momen-momen itu, saya belajar menerima kenyataan bahwa kebahagiaan anak tidak hanya tergantung pada kehadiran saya sebagai ibunya, tetapi juga melibatkan cinta dan dukungan dari keluarga ayahnya.
Perjalanan ini tidak selalu mudah. Ada hari-hari di mana rasa cemburu atau kesepian mencoba menghampiri hati saya. Namun, saya berusaha keras untuk memahami bahwa anak memiliki hak untuk menjalin hubungan yang sehat dengan kedua orang tuanya dan keluarga dari pihak ayahnya. Saya sadar bahwa memaksakan anak hanya berada dalam lingkaran saya sendiri akan merampas kebahagiaannya.
Mengikuti keluarga ayahnya bukan berarti saya sebagai single mom kehilangan kedekatan dengan anak. Sebaliknya, hal ini memperluas jaringan dukungan dan menciptakan kesempatan bagi anak untuk memiliki peran dan hubungan yang bermakna dengan orang-orang yang mencintainya.
Melalui momen-momen ulang tahunnya, saya menyadari bahwa peran saya sebagai ibu tidak bisa dipisahkan begitu saja. Saya tetaplah menjadi ibunya, sosok yang memberikan kasih sayang, dukungan, dan bimbingan dalam setiap langkah anak saya.
Dalam perjalanan ini, saya juga menemukan keseimbangan antara merelakan anak menjadi bagian dari keluarga ayahnya dan membangun hubungan yang kokoh dengannya. Saya memastikan bahwa anak selalu merasa diterima dan dicintai dimanapun ia berada tanpa mengurangi ruang bagi hubungannya dengan ayah dan keluarga ayahnya. Ini adalah perjalanan yang terus berproses, yang melibatkan komunikasi yang terbuka dan kerja sama antara saya dan mantan suami.
Melalui momen ulang tahun anak yang terus berulang setiap tahun, saya telah belajar legowo dan merenungkan arti sejati menjadi ibu. Saya menyadari bahwa menjadi ibu tidak hanya tentang memiliki anak dalam pelukan sendiri, tetapi juga tentang memahami kebutuhan mereka untuk menjalin hubungan yang sehat dan penuh cinta dengan keluarga dari pihak ayahnya.
Dalam perjalanan ini, saya tumbuh menjadi ibu yang lebih bijaksana dan mampu memberikan cinta tanpa batas kepada anak, tanpa melupakan pentingnya membiarkan anak menjalin hubungan dengan keluarga ayahnya. Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa meskipun peran saya sebagai istri ayahnya berakhir, peran saya sebagai ibunya tidak akan pernah berhenti.
Editor & Ilustrasi: Ans
Single Mom dengan 1 anak laki – laki yang sedang beranjak remaja. Menyukai topik seputaran self healing. Sangat senang bisa bergabung dalam komunitas Single Moms Indonesia