Untuk Apa Menikah? (Conscious Marriage) – MyndfulAct

Pada tanggal 15 April 2023 lalu, MyndfulAct mengundang Ibu Rani Anggraeni Dewi dalam kelas zoominar edisi Ramadhan dengan tajuk “Untuk Apa Menikah?”. Tajuk itu sendiri merupakan judul dari salah satu buku karya  yang  beliau tulis selama pandemic 2020 lalu. Bu Rani sendiri selaku Conscious Marriage Advocate, memaparkan tentang betapa pentingnya menyadari sedari awal apa tujuan dari menikah.

Melihat ragam pemberitaan yang cukup memprihatinkan belakangan ini, membuat saya tertarik untuk menelisik tentang mengapa harus melibatkan kesadaran yang penuh dalam memutuskan untuk menikah. Entah itu menikah yang pertama maupun yang kedua, dan seterusnya. Bagi saya yang berstatus sebagai single mom, ini penting, mungkin bukan untuk saya saat ini namun bisa sebagai bahan obrolan dan insight untuk anak-anak nantinya ketika mereka hendak memutuskan untuk menikah.

Artikel ini saya tuliskan untuk official blog Single Moms Indonesia.

Untuk Apa Menikah? (Conscious Marriage) - MyndfulAct

Pernikahan merupakan sebuah institusi.

Menurut Bu Rani, pernikahan merupakan sebuah institusi yang menuntut kita harus menjalaninya dengan professional. Dalam arti lain, harus benar-benar paham tentang hak dan kewajiban masing-masing. Karena menikah hanya modal cinta saja tidaklah cukup. Jika direfleksikan, tujuan menikah meliputi banyak faktor.

Misalnya:

  • Sudah lama pacaran
  • Disuruh orang tua
  • Terlanjur bucin
  • Sudah selesai sekolah
  • Ingin punya anak
  • Ajaran agama
  • Tradisi budaya
  • Ingin terbebas dari orangtua
  • Merasa sudah cukup umur
  • Bertujuan ingin melegalkan hubungan asmara.

Namun, jika kita ingin merenungkannya lebih dalam, pernikahan merupakan institusi lahirnya peradaban yang lebih baik, dan menikah adalah upaya membangun peradaban tersebut dengan catatan, ‘Menikahlah dengan kesadaran penuh!’

Menikah berkesadaran.

Karena cinta bukanlah pondasi yang kuat untuk membangun sebuah institusi bernama ‘pernikahan’. Maka sedari awal kita harus pahami dahulu bahwa menikah adalah tentang kematangan. Yaitu kematangan secara fisik, mental, emosi dan intelektual.

Menikah yang berkesadaran tidak akan mengesampingkan diskusi mengenai prinsip dan nilai-nilai yang dianut untuk dipahami dan dihargai. Serta membicarakan tentang kesepakatan yang akan dituju bersama-sama. Sebabnya, perihal mengucapkan ‘I love you’ saja tidak cukup kuat untuk dijadikan tiang penyangga komitmen dalam jangka panjang.

Menjalani pernikahan dengan lebih sadar (conscious marriage).

Moms, sebelum memutuskan untuk menikah, apalagi jika ini adalah pernikahan yang ke-2, alangkah lebih baik menyadari terlebih dahulu bahwa kita membawa ‘bagasi’. Sebab sebelum menikah, kita harus pastikan dahulu apakah pernikahan ini akan membawa kemaslahatan bagi Moms dan anak-anak, begitu pula sebaliknya.

Hal yang harus selalu kita garis bawahi adalah, pernikahan bukan untuk menyelesaikan atau meringankan beban ‘bagasi’ yang Moms bawa, bukan pula untuk mendapatkan kebahagiaan dengan segudang ekspektasi yang ada didalam bayangan Moms. Pernikahan kedua akan lebih sangat menantang dari sebelumnya. Maka harus mengetahui lebih dulu apakah kita benar-benar membutuhkannya atau hanya sekedar melepas rasa kesepian dan agar terlepas dari stigma.

Mungkin, ada baiknya untuk mencoba bertanya ke dalam diri sendiri sebelum memutuskan untuk menikah:

Apakah kita sudah menyadari hidden purpose masing-masing?
Apakah kita sudah menyadari nilai-nilai yang perlu dihidupkan dalam proses bertumbuh?
Apakah kita sudah menyadari tantangan yang akan dihadapi selama ikatan pernikahan?
Apakah kita sudah menyadari bahwa prinsip pernikahan adalah loving partnership?

“The purpose of our relationship is heal one another, to heal our childhood wound.”

Pernikahan yang saling menyembuhkan.

Tentu, kita tidak mau, kan, terjebak (lagi) dalam pernikahan yang menambah trauma dan luka batin? Menikah dengan berkesadaran akan membuka pikiran kita lebih realistis dan logis dalam menentukan kriteria. Kita tidak akan dibuat terlena berlarut-larut dalam hubungan yang mengambang tidak jelas arah dan tujuan yang pasti. Konon, kita hidup membawa tanggung jawab terhadap anak-anak.

Maka, tentukan pilihan dengan bijak dan hati-hati. Selalu libatkan intuisi Moms ketika mencoba mengenal/berkenalan dengan seseorang. Pernikahan ini tentunya kita harapkan akan membawa dampak positif bagi kita, anak-anak dan juga Si Calon Pasangan. Terutama dalam hal mendukung kita menyembuhkan luka batin. Berkesadaran akan menghantarkan kita pada langkah yang tepat.

Conscious Marriage: Values and based relationship.

Ada beberapa hal yang menjadi pendukung dari menikah berkesadaran yaitu:

  1. Adanya kejujuran. Terlebih jujur kepada diri sendiri, menjadi pokok utama dalam menentukan ‘untuk apa menikah?’. Belajarlah untuk jujur pada diri sendiri, hidari kebiasaan bersikap menyangkal (denial).
  2. Kerjasama. Pernikahan dilakukan oleh dua orang dewasa yang sudah berakal. Pernikahan tidak bisa hanya diperjuangkan oleh satu orang saja.
  3. Kesetaraan. Perempuan dan laki-laki dalam institusi pernikahan harus terlibat sepenuhnya dalam segala aspek. Jika laki-laki berhak mendapat ruang gerak positif untuk memberi manfaat bagi keluarga, begitu pula perempuan.
  4. Tanggung jawab. Menyadari bahwa pernikahan bukan perkara cinta, namun disana ada banyak tanggung jawab atas hak-hak yang harus dipenuhi.
  5. Kebebasan. Setiap anggota dalam institusi pernikahan memiliki kebebasan untuk memberi agumen secara bijak.
  6. Kedamaian. Pernikahan yang berkesadaran akan mengundang rasa aman dan damai bagi seluruh insan yang berada didalamnya.
  7. Rendah hati. Dalam pernikahan yang berkesadaran, jumawa adalah sikap yang sangat di hindari.
  8. Toleransi. Apapun latar belakang kita dan pasangan, sikap toleranasi akan menyatukan segala perbedaan yang ada.
  9. Penghargaan. Menghargai adalah wujud lain dari rasa syukur kita terhadap apapun yang dipersembahkan oleh pasangan, begitu pula sebaliknya.
  10. Cinta kasih. Sangat amat disayangkan jika cinta hanya dipahami sebatas ucapan ‘aku sayang kamu’, ‘aku cinta kamu’, ‘aku akan menerima kamu apa adanya’, tanpa adanya bukti nyata dan sifat kasih, maka semua itu hanya terlihat semu belaka.
“Pernikahan ibarat sebuah sekolah bagi sepasang suami istri saling belajar, beradaptasi pada perbedaan, serta bekerja sama menjaga keseimbangan antara kemauan, pikiran, perasaan, dan tindakan. Marriage is journey into self realization.” – Rani Anggraeni Dewi

=========================================================

Tentang Penulis :

Ide Menu Jualan Simple 5000-an (Part 2)

Yolanda Sani

Kerap dipanggil dengan sebutan ‘Umi-Yol’, seorang ibu tunggal dari 2 orang putra ini, sangat gemar meluangkan salah satu hobinya – yaitu memasak, sebagai ‘me time’ terbaik. Karena selain gardening dan menulis, memasak dapat mengukur sejauh mana ia memaham dirinya sendiri, melalu hasil masakan tersebut. Pasca resign dari PT. Telekomunikasi Wilayah Aceh (TELKOM Witel Aceh), membuatnya termotivasi untuk membangun usaha jajanan online dengan menerapkan ilmu-ilmu bisnis dan marketing yang ia pelajari selama 2 tahun bekerja di sana.

Tutor dan Guru Honorer Bahasa Jepang ini tengah menyelesaikan studi strata 1 di Universitas Terbuka Banda Aceh, jurusan Ekonomi Manajemen. Menjadi salah satu contributor SMI adalah kesempatan paling berharga baginya untuk menggali ilmu lebih banyak mengenai dunia menulis, dan tentunya akan menambah relasi untuk berbagi energy positif kepada sesama ibu tunggal. Lebih akrab dengan Umi-Yol, bisa langsung intip sosial medianya di: Instagram: @yolanda.sani Facebook: Yolanda Putri Sani Blog: yoostoryteller.blogspot.com

Editor: Ans

Spread the love

1 thought on “Untuk Apa Menikah? (Conscious Marriage) – MyndfulAct

  1. Pingback: SMI Big Sister - Dini Surya (Bangkit Dari Trauma KDRT)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *