Menemani Anak Mengelola Rasa Duka Akibat Berpulangnya Ayah

Rasa duka karena kepergian ayah untuk selamanya di masa kanak-kanak atau remaja pastinya menjadi salah satu tantangan hidup yang sulit bagi buah hati kita.  Cara anak menanggapi kematian pun berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Kadang kita melihat mereka sebentar menangis lalu menit berikutnya sudah bermain lagi. Tak apa, hal itu normal, Mamos.  Bukan berarti mereka tidak mengalami kesedihan atau rasa sedihnya sudah lewat. 

Bermain menjadi salah satu cara anak untuk mengatasi perasaannya.  Normal juga bagi anak untuk marah atau cemas akibat kematian ayahnya, termasuk adanya perubahan perilaku.  Bagaimana anak mengatasi kehilangan bergantung pada banyak faktor seperti usianya, seberapa dekat hubungan dengan almarhum dan yang tak kalah penting adalah dukungan dari sekitar, khususnya dari kita sebagai Ibunya.  Dukungan lingkungan yang aman, baik dan sehat akan membantu kesehatan dan kesejahteraan mereka untuk berkembang dengan semestinya. 

Mengelola Rasa Duka

Mengelola rasa duka adalah sebuah proses perjalanan panjang. 

Anak dapat mengalami kembali rasa kehilangan seiring perjalanan hidupnya, khususnya pada momen-momen penting dalam hidup seperti mulai sekolah, lulus kuliah atau menikah.  Momen sederhana dan sehari-hari, seperti melihat teman sekolah dijemput oleh ayahnya pun dapat memicu kesedihannya kembali.  Maka penting untuk menemani anak belajar mengelola emosinya, terlebih saat rasa duka itu hadir kembali, agar mereka tetap dapat menjalankan kecakapan hidup yang sehat dan baik hingga masa dewasanya nanti.  

Bagi anak-anak kita, yang kehilangan ayah di usia muda, tentu akan mengalami perubahan dan tantangan hidup yang sangat besar dan dapat berpotensi meningkatkan berbagai masalah psikologis dan sosial, jika tidak ditangani dengan baik. Setelah kematian ayahnya, mereka dihadapkan dengan serangkaian kehilangan sekunder sebagai efek dari kehilangan awal, seperti kehilangan identitas diri, rutinitas, impian bersama, rasa aman, dukungan atau kepercayaan dirinya.  Banyaknya tantangan hidup baru, membuat mereka harus belajar merakit diri kembali untuk menyesuaikan diri dan melanjutkan kehidupan pasca kehilangan ayah.  Tentunya bukan hal yang mudah apalagi kapasitas perkembangan dan pemahaman mereka sebagai anak masih terbatas.  

Mari Mamos, kita temani anak dalam perjalanan pulihnya mengelola rasa duka.

Menurut sebuah jurnal penelitian (Danese et al., 2020), peristiwa traumatis seperti kehilangan orang tua dapat mengakibatkan anak rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti gangguan mood, gangguan perilaku, penyalahgunaan obat, gangguan kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri.  Untungnya, menurut Irwin Sandler, seorang profesor asal Amerika yang telah mempelajari kedukaan pada masa kanak-kanak selama lebih dari tiga dekade, kebanyakan anak tidak memerlukan terapi intensif dalam menghadapi kedukaan. 

Banyak dari mereka bisa menyesuaikan diri dari waktu ke waktu tanpa bantuan intervensi klinis.  Namun, sekitar 20% anak-anak mengalami masalah jangka panjang yang serius, termasuk perkembangan gangguan kesehatan mental yang lebih tinggi setelah kematian orang tua (DeAngelis, 2022).  Bagi mereka yang ‘terjebak’ perlu dibantu dengan identifikasi dan intervensi dini agar dapat tetap mengembangkan dirinya secara aman. 

Komunikasi atau mengekspresikan rasa kehilangan menjadi hal penting dalam menangani dan merawat perjalanan pulih kita, termasuk untuk anak kita.  Sebagai seorang ibu tunggal yang sedang memproses kedukaan sendiri pun rasanya semakin berat karena ditambah harus membantu perjalanan pulih anak juga . Tidak mudah tentunya.  Namun dengan saling menemani dan seiring waktu, maka rasa berat itu pun akan menjadi lebih ringan. 

Seperti kita, anak pun menjalani pengalaman duka dengan cara dan waktunya masing-masing. 

Berikan mereka ruang dan waktu untuk mengolah perasaannya.  Kita tidak dapat melindungi anak kita dari rasa sakit akibat kehilangan ayah, tetapi kita bisa mendorong mereka untuk mengekspresikan rasa kehilangannya, membangun strategi dan mengelola cara berduka yang sehat. 

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa Mamos lakukan dalam menemani perjalanan pulih anak dengan sehat:

  • Kekuatan bercerita

Membacakan buku cerita anak tentang kehilangan dan kedukaan dapat menjadi langkah awal yang baik untuk perjalanan pulih anak.  Ilustrasi gambar dan bercerita dapat membantu anak untuk lebih memahami konsep kematian dan kondisi sekarang. Bercerita atau mengenang hal baik tentang ayahnya akan membantu anak memproses rasa kehilangannya.  Terkadang kita sendiri ragu untuk bercerita karena takut akan membuat mereka (atau diri sendiri) semakin sedih, tetapi percayalah Mamos, seiring waktu kegiatan bercerita itu membantu menyembuhkan mereka dan kita. Tak apa menangis bersama anakmu, Mamos. Membiarkan mereka bercerita atau bertanya tentang ayahnya akan membantu perjalanan pulihnya.

  • Validasi emosi

Validasi semua emosinya dan beri penjelasan bahwa memahami rasa kehilangan akibat kematian ayahnya melibatkan serangkaian emosi termasuk kemarahan, rasa bersalah atau frustrasi. Jelaskan apa yang mereka rasakan adalah normal. Ketika mereka bercerita dan sedang mengeluarkan perasaannya, dengarkan tanpa harus berkomentar terlebih dahulu. Memvalidasi perasaan mereka adalah cara efektif agar anak merasa dipahami dan didengarkan.  Dengan merasa dipahami, anak merasa lebih didukung dan terhubung.

  • Bantu anak mengekspresikan perasaan

Banyak anak yang menyimpan perasaannya karena takut akan reaksi orang sekitar atau memang tidak bisa mengeluarkan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan emosinya. Bantu dengan banyak menggali perasaannya melalui aktivitas seperti menggambar, menulis, membuat karya atau melihat foto/video kenangan bersama ayahnya. Sekadar corat-coret bersama sangat baik untuk menyalurkan emosi dan relaksasi. Jadikan momen kreatif berdua sebagai pembuka komunikasi.

  • Tunjukkan perilaku sehat berduka

Anak sering meniru perilaku orang tuanya, termasuk bagaimana kita menghadapi duka. Terkadang kita sendiri takut untuk menunjukkan perasaan sedih atau kesal di depan anak, padahal mereka perlu tahu bahwa semua rasa itu normal dan tidak apa-apa untuk merasa sedih, marah dan lainnya.  Mengekspresikan kesedihan kita sendiri membuat anak-anak tahu bahwa tidak apa-apa untuk bersedih.  Namun Mamos harus ingat untuk tidak bereaksi terlalu berlebihan atau tidak terkontrol dengan emosi diri sendiri, karena hal itu justru akan mengajarkan mereka cara yang tidak sehat dalam menghadapi kesedihannya.  

  • Beri banyak cinta dan dukungan

Dukungan dan waktu ekstra akan membuat anak tetap merasa aman, dicintai dan semakin dekat dengan kita, orang tua tunggalnya. Setelah trauma kehilangan ayah, tentunya kedekatan dengan ibu menjadi lebih penting dari sebelumnya. Tetapi bukan berarti sosok almarhum ayahnya tidak dapat menjadi bagian penting lagi dalam keluarga. Tetap jadikan sosok ayah mereka sebagai bagian hidup  yang penting dalam keluarga. Ciptakan lingkungan di mana mereka bisa bebas berbicara tentang ayahnya, mengingat kenangan, bertanya tanpa harus merasa takut dicap bereaksi berlebihan dan dianggap belum selesai dalam perjalanan dukanya. Cinta dan dukungan bukan hanya bisa didapat dari kita, orang tuanya yang masih hidup, tetapi juga bisa dari ‘ikatan emosional’ bersama almarhum ayahnya.

Perjalanan berduka dan pulih bukanlah hal untuk saling dibandingkan dan juga bukan tentang siapa yang harus pulih lebih dulu.

Sering kali salah satu cara terbaik dalam memahami dan mengatasi rasa duka adalah saling menemani dan menjalankan prosesnya bersama-sama dengan anak.  Sebagai ibu tunggal, kita perlu memberikan contoh yang baik dalam mengungkapkan dan mengatasi kesedihan.  Walau berat, pengalaman berduka  setidaknya memiliki satu dampak positif, yaitu membuat kita menjadi ibu tunggal yang kuat.  Anak-anak membutuhkan versi terbaik ibunya. Kitalah tumpuan utama mereka dalam memahami apa yang telah terjadi, membimbing mereka melalui masa sulit dan membantu mereka untuk tetap merasa ‘connected’ dengan mendiang ayahnya. 

Dengan langkah-langkah di atas, kita pun menunjukkan pada anak pentingnya bersama-sama mengatasi duka dengan cara yang sehat.  Meskipun limpahan kasih sayang dan kesabaran sudah diberikan dalam menemani proses perjalanan pulih anak, namun Mamos masih melihat tanda-tanda atau perilaku ekstrem dari anak, jangan ragu untuk mencari pertolongan baik dari keluarga, teman maupun tenaga profesional.

============================================================

Referensi:

Danese, A., Smith, P., Chitsabesan, P., & Dubicka, B. (2020). Child and adolescent mental health amidst emergencies and disasters. British Journal of Psychiatry, 216(3), 159–162. https://doi.org/10.1192/bjp.2019.244

DeAngelis, T. (2022, October 1). Thousands of kids lost loved ones to the pandemic. Psychologists are teaching them how to grieve, and then thrive. Monitor on Psychology. https://www.apa.org/monitor/2022/10/kids-covid-grief

============================================================

Tentang Penulis :
Karinka Ngabito
Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *