“Kenapa keluarga kita beda, Nda?”
“Aku malu kalau temenku tau bahwa keluarga kita begini.”
“Temenku nanya kenapa di foto-foto kita nggak pernah ada ayah.”
Itu hanyalah sebagian dari pernyataan anak-anak yang sempat disampaikan kepada saya. Mungkin sebenarnya masih banyak lagi kalimat-kalimat yang tersembunyi dan belum diutarakan di dalam hati mereka. Tidak ada yang bisa saya sampaikan kepada mereka selain bahwa inilah kenyataan hidup yang harus mereka hadapi. Bahwa keluarga kami tidak seperti keluarga lain. Dan bahwa tidak ada satu pun yang menginginkan situasi ini terjadi.
Ketidakberadaan salah satu figur orangtua di dalam keluarga memang seringkali menjadi beban tersendiri bagi anak-anak. Apalagi bila ketidakberadaan tersebut terjadi dikarenakan oleh perceraian, bukan karena meninggalnya salah satu orangtua. Konsep ideal tentang keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak pun menjadi salah satu hal yang bertentangan dengan fakta yang harus dihadapi anak-anak. Tidak sedikit di antara mereka yang menyalahkan orangtua, yang dianggap sebagai penyebab utama dari kondisi ini. Meski demikian, tidak sedikit pula anak-anak yang mempersepsikan bahwa mereka menjadi salah satu penyebab dari perceraian tersebut.
Bagaimanapun, pikiran dan perasaan yang dimiliki anak-anak tersebut merupakan salah satu aspek penting yang harus dibahas. Kita tidak bisa membiarkan anak-anak mengembangkan pola dan konsep yang salah tentang keluarga. Hal ini bahkan dapat menjadi PR berkepanjangan bagi seorang single mom untuk memahamkan anak-anak bahwa ada takdir yang memang tidak dapat dihindari, seberapa kuat pun kita melawannya.
Perlu diingat bahwa setiap keluarga adalah unik.
Setiap keluarga memiliki cerita sendiri-sendiri. Konsep inilah yang penting untuk ditanamkan ke anak-anak. Kita tidak pernah tahu cerita yang ada di dalam setiap keluarga. Bahkan terkadang kita dikagetkan oleh berita-berita perceraian yang terjadi pada keluarga yang tampak ideal dan harmonis. Oleh karenanya, kita tidak bisa begitu saja membandingkan apa yang terjadi pada satu keluarga dengan keluarga yang lain. Begitu banyak dinamika yang berbeda yang mungkin dialami oleh keluarga-keluarga tersebut.
Penanaman kedua yang penting bagi anak-anak adalah tentang penerimaan dan rasa bersyukur. Melihat apa yang tidak ada seringkali menjadi hal yang lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan menyadari apa yang ada di sekitar kita. Padahal, dengan menerima segala situasi dan menjadikannya sebagai modal bersyukur akan membuat hati lebih tenang. Caranya sangat sederhana sebenarnya. Anak-anak dapat diingatkan kembali bagaimana mereka memiliki figur ibu yang sangat mencintai mereka, yang akan berkorban apapun demi kesuksesan di masa depan mereka. Terlebih, bila ada anggota keluarga lain seperti om dan tante yang selama ini menunjukkan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak. Tidak ada yang lebih baik daripada mendapatkan ketulusan dari orang-orang di sekitar kita.
Ketiga, fokus ke masa yang akan datang merupakan salah satu cara untuk membuat kita dan anak-anak lebih positif. Menyalahkan situasi yang telah terjadi tidak akan membawa kita kemana-mana, selain menambah emosi-emosi negatif dan membuat kita dan anak-anak sulit move on. Sebaliknya, menyusun rencana-rencana ke depan akan menjadi motivasi kita untuk dapat bergerak dan memperbaiki semua yang telah terjadi. Tidak perlu terburu-buru. Pikirkan dan susun langkah-langkah dengan penuh pertimbangan serta libatkan anak-anak di dalam segala proses pengambilan keputusan, terutama bila anak-anak sudah cukup matang untuk urun pendapat. Pada situasi ini, optimisme juga perlu untuk senantiasa dipelihara agar bayangan akan masa depan menjadi lebih positif.
Hal terakhir yang juga sangat penting adalah bahwa anak-anak mengamati apa yang kita lakukan. Ya, anak adalah peniru ulung. Artinya, apapun yang kita lakukan akan diamati dan ditiru oleh anak-anak kita. Ketika kita meminta anak-anak untuk berpikir positif namun tanpa disadari justru kita banyak mengeluh, maka mereka akan kesulitan melakukannya. Anak butuh contoh yang dapat mereka lihat terkait apa yang harus dilakukan. Dengan demikian, berhentilah mengeluh. Tunjukkan pada anak-anak bahwa bangkit dan mencapai situasi yang lebih baik merupakah hal yang lebih penting daripada sekedar menyalahkan keadaan. Tunjukkan pula bahwa tidak akan ada yang bisa menolong, selain kita sendiri yang mengusahakannya. Tentu saja dengan tetap berdoa kepada Tuhan untuk diberi kemudahan atas segala usaha itu.
Para single moms yang saya sayangi, saya yakin bahwa tidak ada peristiwa di dunia ini yang terjadi tanpa maksud. Tuhan tidak sebecanda itu. Tuhan beri kita sebuah ujian karena Dia tahu kita kuat. Sikapi segala sesuatu dengan positif. Memang susah, tapi bukan berarti tidak mungkin, kan? Bahkan ketika ketidakberadaan ayah menjadi salah satu yang dipertanyakan oleh anak atau oleh orang-orang di sekitar, kita anggap saja bahwa itu merupakan salah satu bentuk perhatian dari mereka. Tidak usah terlalu memikirkan pendapat orang lain tentang keluarga kita. Toh, yang menjalani semuanya adalah kita, kan?
ARTIKEL INI DITULIS OLEH ANGGOTA SMI: – pyw –
Contributor adalah anggota SMI yang menyumbangkan tulisannya untuk berbagi di blog.
Pingback: Tentang Co-Parenting - Single Moms Indonesia
Pingback: Menjadi Single Mom Karena Kematian Pasangan - Single Moms Indonesia