Single mom wajib tahu hal ini, karena jika ibunya merasa gagal, perasaan bersalah akan menghantui anaknya juga. Membesarkan anak tanpa pasangan bukanlah hal mudah. Namun jika ini yang kita hadapi sekarang, bagaimana melakukannya tanpa merasa gagal? Inilah hal-hal yang harus kita waspadai karena rentan membuat kita merasa gagal sebagai seorang ibu tunggal.
Tidak berani melangkah keluar dari comfort zone
Menjalani hidup sebagai seorang ibu tunggal butuh banyak keberanian. Banyak hal menakutkan di luar sana yang harus dihadapi sendirian. Mulai dari pertanyaan tentang pasangan, kemampuan financial, hingga time management dan double peran yang menjadikan ibu tunggal itu luar biasa. Rasa takut untuk bertemu dengan semua hal tersebut menjadikan kita tidak berani melangkah keluar dari comfort zone. Padahal sudah waktunya move on dan memulai hidup baru. Ketika kita ‘kalah’ dengan ketakutan inilah, kita merasa gagal sebagai ibu tunggal.
Terlalu banyak mendengarkan kata orang
Netijen tidak menjalani hidup kita. Mereka hanya mengomentari apa yang mereka lihat. Namun kita perduli akan image kita di luar sana dan opini mereka jadi penting. Anak sakit dibilang gagal mengasuh anak. Anak menangis dibilang ibunya kurang perhatian. Berpisah dengan mantan suami, katanya sebagai istri harus lebih sabar. Menitip anak ke Mama, dibilang ngerepotin orang tua. Padahal yang dititip sebenarnya senang mengasuh cucunya. Saya juga pernah begitu. Lalu sadar bahwa terlalu banyak mendengarkan kata orang dan membiarkan mereka jadi ‘penting’ dalam hidup saya ini justru banyak ruginya dan menguras energi.
Ekspektasi Hasil Instant
Kemarin sudah mengirimkan CV, kok hari ini belum ada panggilan? Seringkali kita berharap hasil yang instant, dan ketika hasilnya baru datang belakangan, kita merasa gagal. Padahal semua ini adalah proses. Begitu juga yang saya jawab kalau ada yang bertanya bagaimana mendidik anak jadi seperti Dudu yang katanya anak baik dan bertanggung jawab. Ya, mengajarkan anak tanggung jawab kan tidak dalam semalam juga.
Jangan karena kita pesan makanan lewat ojek online yang langsung muncul depan rumah, lalu kita berharap bahwa semua hal akan sama instant-nya. Proses bukan berarti gagal, tapi ekspektasi kita yang perlu di-setting ulang. Begitu juga dengan mengajarkan anak untuk disiplin atau berhasil di pelajaran sekolah. Renungkan kembali ekspektasi kita agar dapat menikmati prosesnya dan menghargai keberhasilan ketika saatnya datang.
Tidak ada kesempatan untuk berkembang
Kalau hidup hanya berputar di tempat yang sama, tanpa ada sesuatu yang bisa dipelajari, tentu saja kita merasa gagal. Sebagai seorang ibu tunggal, wajar kalau hidup ini didedikasikan untuk anak. Namun bukan berarti kita stuck. Cari komunitas yang sesuai, misalnya bergabung dengan Single Moms Indonesia. Ikut komunitas bisa membantu kita melihat pintu baru yang mungkin bisa kita buka. Ikutan kelas, webinar, kumpul-kumpul. Belajar hal baru atau refresh skill lama. Ketemu teman sesama ibu tunggal, siapa tahu ada opportunity di sana.
Bisa juga ikut kelas art and craft gratis, kuliah lagi atau ikut les bahasa. Banyak yang diselenggarakan secara online sehingga kita bisa tetap bersama anak di rumah. Ikut kegiatan yang memberikan kita ruang untuk jadi lebih maju, baik sebagai ibu maupun sebagai individu.
Terlalu fokus pada hal-hal yang negatif
Pernah dengar kata semesta mendukung? Kalau kita merencanakan sesuatu, dan benar-benar menginginkannya maka dunia akan memberikan jalannya. Demikian pula sebaliknya. Mengkhawatirkan sesuatu dengan berlebihan dapat mempersulit hidup ini. Apalagi jika hal negative tersebut belum bisa kita atasi saat ini. Misalnya tentang keuangan. Kita belum punya cukup uang untuk menyewa rumah berdua dengan anak saja, lalu kita merasa gagal. Padahal kalau mau fokus ke hal-hal positive yang meskipun kecil, seperti hari ini bisa makan atau membelikan anak mainan, kita bisa menyadari bahwa kita tidak gagal sebagai ibu tunggal.
Harus bagaimana dong agar tidak merasa gagal?
In general, ingat bahwa ketika kita tidak berhasil melakukan sesuatu, kita jadi tahu dan belajar. Jadi pengalaman berharga yang bisa digunakan ke depannya ketika kita berhadapan dengan tantangan baru. Kata gagal ini adalah label yang kita berikan untuk diri sendiri. Jangan limitasi diri sendiri dengan takut keluar dari comfort zone karena di luar sana banyak yang menghakimi.
Kita sendiri yang paham kemampuan dan hidup yang akan dijalani bersama dengan anak. Orang di luar sana belum tentu paham perjuangan ibu tunggal, dan menggunakan hidupnya sendiri sebagai tolak ukur. Padahal yang namanya kegagalan itu berbeda-beda di setiap situasi dan kondisi. Jadi sebaiknya jangan menggunakan standard orang lain untuk mengukur keberhasilan diri.
Ibu tunggal satu anak berusia 16 tahun. Senang menulis, ngeblog dan jalan-jalan sama anak di waktu senggang lalu posting dengan hastag #datewithdudu. Bergabung dengan SMI di bagian Learning & Development. Follow di instagram: @datewithdudu