Single Moms, Stop Playing Victims!

Ladies, kali ini kita coba ngobrol santai perihal ‘playing victim‘. Untuk single moms, stop playing victims, please!

Apa sih Playing Victim Itu?

Playing Victim ini bisa digambarkan sebagai orang yang merasa dirinya adalah korban, adalah orang yang paling menderita tapi menolak untuk bertanggung jawab atas perannya sendiri.

Dimaklumin banget sih, hati kamu sudah hancur berkeping-keping. Kamu merasa marah sama dunia – apalagi sama orang-orang yang nyalahin kamu. Amat sangat dimengerti kok. Kami-kami juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan.

Kami pernah berada di posisi yang sama.

Murka, campur aduk dengan bitter karena sudah disakiti.

Ego yang terinjak, mimpi-mimpi yang buyar kalau dicampur aduk dengan amarah bisa jadi resep petaka untuk diri kita sendiri.  Tambah lagi dorongan untuk ngejelek-jelekin mantan dan memainkan kartu as sebagai ‘korban’ di setiap ada kesempatan?

Perasaan-perasaan itu wajar dan normal dirasakan apalagi akibat sesuatu setraumatis perceraian. Yang tidak wajar adalah menyimpan amarah berkepanjangan.

Single Moms, Stop Playing Victim!

Diperlukan kemauan dan kebulatan tekad untuk benar-benar menghadapi dan menyembukan sakit hati ini. It is HARD!

Kebanyakan dari kita di sini sempat merasakan berada di titik terendah dalam proses healing. Justru karena berada di titik terendah, kami tidak punya pilihan lain selain merangkak keluar dari lingkaran penderitaan itu. Apalagi ada anak-anak yang sangat membutuhkan kami. Kami juga sadar, menyeret-nyeret beban masa lalu ini melelahkan lho!

Di saat kita menyadari bahwa sakit hati, playing victim dan kepahitan ini bisa mempengaruhi kesehatan kita, berdampak pada kejiwaan anak juga mempengaruhi hubungan kita kedepannya, penting untuk membulatkan tekad memutus ‘kebiasaan’ menjadi korban ini.

Perlu perjalanan spiritual tersendiri memang untuk meyakini bahwa “I’m NOT a victim!” Dengan menyadari bahwa kita juga punya andil dalam bubarnya rumah tangga – sadar atau tidak ya – juga jadi bagian penting karena kita juga punya kok kontribusi dalam hubungan. Taking ownership buat peran kita juga bisa bikin perasaan jadi korban setidaknya berkurang.

Maya Angelou pernah bilang “If I know better, I’d do better” yang artinya kurang lebih “Kalau saya tau cara yang lebih baik, pasti saya akan lakukan yang lebih baik.” Jadi jangan juga terlalu keras sama diri sendiri yah. Memaafkan diri sendiri juga jadi kunci proses healing.

“Kamu sudah nyakitin aku!” atau “Kamu yang menghacurkan semuanya!” sambil menuding-nuding mantan…mungkin selama ini kata-kata itu yang sering muncul di kepala? Supaya bisa lepas dari mentalitas Playing Victim ini perlu kekuatan ekstra untuk stop menggunakan kata-kata di atas itu. Stop, menyalahkan mantan! Ibaratnya, nasi udah jadi bubur, sis! Ya sudah lah.

Dengan playing victim kita justru jadi menganggap wajar lho kita murka, wajar kita dendam kesumat, karena apa? Karena sudah disakiti sedemikian rupa? Duh, sudah waktunya pola pikir ini kita lepasin deh.

Playing victim hanya akan bikin proses pembelajaran kita tertunda. Selalu ada pelajaran berharga di balik semua kejadian di hidup ini. Sesakit apa pun pengalaman itu – termasuk perceraian bahkan kematian – semua ada maksud dan tujuan.

Memendam amarah plus dendam kesumat tuh toxic banget beneran deh. Bisa-bisa jadi sakit penyakit malah nantinya.

Kalau mulai menye-menye kumat dan feeling sorry for yourself, coba deh diganti cara berpikirnya. Coba lihat kondisi single mom lain yang mungkin tidak seberuntung kamu. Ada single mom yang harus berjuang karena anak-anak mereka memiliki kebutuhan khusus atau menderita sakit penyakit. Coba lihat lagi anak-anak kamu sehat kan? Bersyukurlah semakin banyak. Jangan merasa paling menderita dan merana di atas muka bumi ini. Ada banyak banget hal-hal yang bisa kita syukuri kalau kita mau membuka mata hati dan berhenti fokus sama hal-hal negatif.

So darlings, please…STOP playing victim! Stop entertaining your pain and sadness. It will take you nowhere.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *