Single Moms Indonesia beberapa waktu lalu menggelar lomba menulis cerita ibu tunggal. Lomba Cerita Hari Ibu, yang dilaksanakan di Facebook Group khusus anggota SMI ini, diselenggarakan dengan harapan dapat menginspirasi para single moms di luar sana. Dari puluhan yang ikutan, terpilih lima cerita terbaik yang dimuat di blog SMI. Terima kasih kepada yang telah berpartisipasi. Semoga semua cerita ini dapat menjadi kekuatan bagi semua.
Cerita ibu tunggal Siti M. F.
Aku single mom, dan dibesarkan oleh single mom.
Dibesarkan oleh seorang ibu tunggal, karena ayah meninggal ketika ibu hamil anak ke-3. Usia kehamilan ibu saat itu sudah 8 bulan. Dibesarkan di keluarga yang masih memandang status berdasarkan materi. Ayah mengidap sakit jiwa dan sering mengamuk. Jerit tangis ibu dan ketakutan demi ketakutan itulah yang mengiringi tumbuh kembang saya.
Pernah merasa patah dan hampir bunuh diri.
Hidup dengan kesulitan yang amat sangat. Adik saya, atau anak ke-2 ibu, mengalami cacat mental. Terus menerus berobat dari tahun ke tahun tanpa lelah. Mencoba pengobatan medis hinģga alternatif. Hidup bersama tiga bersaudara dalam kemiskinan. Tidak mendapat kasih sayang memadai dari keluarga dan selalu di-bully di keluarga besar dan sekolah.
Saya menjadi sangat tertutup. Kasar, dan kadang tak percaya sama sekali dengan orang manapun. Tapi berkat ibu lah saya bisa berdamai dengan keluarga ayah. Meskipun tidak seratus persen.
Saya masih sangat kecewa.
Kini saya berperan jadi ibu tunggal untuk dua orang anak saya. Kecewa, sedih dan marah itu pasti. Apalagi ayahnya anak-anak seperti menyepelekan tanggung jawabnya. Tak ada nafkah. Saya merasa dunia ini tak adil. Kenapa sih? Tidak cukupkah aku jadi yatim dan miskin? Kenapa harus anakku juga?
Terkadang iri dengan mereka yang memiliki keluarga normal. Ada ayah juga ibu, dan kakek-nenek yang peduli. Tapi di sini saya belajar. Dari rasa sakit, rasa kecewa dan rasa putus asa.
Belajar bahwa jika selama hidup ini kita hanya bersandar pada apa yang fana, bersiaplah untuk kecewa. Belajar untuk tidak berkata, andai, andai dan andai . Tapi berkata kita akan berusaha dan berdoa dan yakin kita pasti bisa. Yakin memang bahwa hidup sudah diatur. Usir segala kecewa dan dendam. Hadirkan kebaikan dan harapan. Jikalau menangis kita sekarang, niscaya senyum hadir esok hari.
Hadirkan Allah, hadirkan tuhan. Dengan penyertaan rahmat dan kasih sayangnya kita yakin tak ada yang sia-sia.
Untuk ibuku tercinta.
Selamat hari ibu
Maafkan anakmu
Yang belum bisa menghadirkan kebahagiaan bagimu.
Menyertai kami dalam derita.
Kini aku pun jadi janda.
Semoga esok kita mendapatkan.
Secercah harapan pembawa kebahagiaan.
Terima kasih telah bersabar untuk cucumu.
Selamat hari ibu.
==============================================
Cerita ibu tunggal Asih M. H.
“Alhamdulillah … Saya lega!” Batinku menjerit, air mata tumpah ruah keluar dari ruang sidang Pengadilan Agama.
April 2020, di usia saya yang ke-30 tahun, saya sah meyandang status janda. Anak pertama usia 4 tahun lebih, anak kedua usia nyaris 1 tahun.
Meski saya gagal berjuang mendapat hatinya, Bapak dari anak-anakku. Pasrah lalu melepaskan. Allah sangat baik kasih amanah dua laki-laki sekaligus dalam hidupku, malaikat kecil. Sahabat kecil. Yang selalu menerima kekurangan, selalu memaafkan, memberi banyak senyuman.
Khafa dan Kaif namanya.
Alhamdulillah …
Sidang ketok palu usai. Bukan akhir perjalanan hidup. Pernikahan dan perceraian bukan akhir tapi awal. Tentu akan banyak episode yang harus dilewati dengan predikat single mom.
Terimakasih atas segala perjuangan, terimakasih atas segala kesabaran yang sudah terlewati.
Terimakasih Allah karena sudah ajariku tentang dunia bernama rumah tangga. Rasa sakit, baby blues dan segala ujian tanda cinta-Mu.
Teruslah jadi ibu yang mau belajar sabar, belajar menjadi yang terbaik buat anak-anak.
Hanya kalimat itu penguatku kala itu. Batin hancur. Tidak pernah bermimpi bakal menjadi seorang janda. Tapi inilah kehendak dari sang penulis kehidupan.
Keluar dari rumah mantan suami hanya membawa magic com, baju, peralatan MPASI. Ngontrak di kontrakan sepetak lalu badai covid menyapa, terpaksa balik ke rumah mantan suami. Dia yang keluar dari rumahnya. Alasannya demi anak saat itu covid sangat terasa menyeramkan.
Tapi justru makin banyak tahu fakta menyakitkan disana dan sampe akhirnya saya baca juga pesan WA ipar menyuruh saya saja yang pergi.
Juga drama rebutan anak pertama, yang diminta sama mantan mertua untuk diasuh.
Saya marah, saya nggak ridho. Saya nggak mau terpisah dari anak. Saya nggak sanggup. Akhirnya nekat pergi.
Pulang ke kampung halaman, hanya bertiga.
Kukira pulang ke rumah orangtua… Siapa tau bisa kusandarkan perihku sejenak. Tapi aku lupa mereka tak lagi ada. Bapak di pusara. Ibu jauh di Papua. Ya, aku berjuang sendiri. Lalu tinggal beberapa bulan dengan saudara banyak konflik dan hal menyakitkan, menyisakan trauma. Memilih baik ke Solo bersama anak-anak. Kembali kost sepetak.
Alhamdulillah, saya usaha online shop dari 2013 sejak gadis jadi seusai cerai saya masih ada pemasukan. Berjualan sistem dropship biar tidak repot karena anak kedua masih ASI. Terseok-seok, tertatih perjalan di lewati semua hanya bertiga. Dikucilkan sekitar dihakimi, di judge sudah saya rasakan semua karena salah memilih tempat tinggal. Sampe akhirnya pindah kost lagi. Sempit hanya sepetak. Dapur, kamar masih dalam satu ruangan.
Perekonomian yang sempat memburuk saat awal pandemi. Perlahan bisa bangkit, tahun 2021 banting setir dari usaha hijab merambah dunia daster kuberi nama Makhafa singkatan dari Mama Khafa, diambil dari nama anak pertamaku. Barang dagangan penuh sesak di kost sepetak. Sampe akhirnya ekonomi membaik bisa ngontrak di Kost lebih besar. Tidak lagi berbagi udara pengap dengan barang stok dagangan hingga kost serupa gudang.
Meski belum sukses tapi alhamdulillah kebutuhan tercukupi.
Meski status janda, alhamdulillah saya bisa mandiri, bisa berkarya bisa bekerja sambil jalankan amanah dua anak.
Meski belum ada hasil nampak seperti orang lain.
Alhamdulillah lewat jualan daster saya tetep bisa membersamai tumbuh kembang anak setiap harinya.
Kost tersebut adalah SAKSI saya dan anak2 dari jatuh bertiga, bangkit, tangis bahagia, suka, duka semua terlewati bersama. Ini kost sebelum kami pindah ke yang lebih layak.
==============================================
Simak cerita ibu tunggal lainnya di sini.
Ibu tunggal satu anak berusia 16 tahun. Senang menulis, ngeblog dan jalan-jalan sama anak di waktu senggang lalu posting dengan hastag #datewithdudu. Bergabung dengan SMI di bagian Learning & Development. Follow di instagram: @datewithdudu
Pingback: Cerita Ibu Tunggal di Hari Ibu [Part 2] - Single Moms Indonesia
Pingback: Cerita Single Mompreneur: Monetize Hobby ala Ade Chandra- Single Moms Indonesia