Menyandang ‘gelar’ sebagai Ibu Tunggal pastinya nggak gampang apalagi image kami masih cenderung dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Banyak sekali stigma salah soal janda yang beredar dan berakar di masyarakat sana dan sudah waktunya kami menyuarakan, mengajak, menghimbau masyarakat untuk mematahkan stigma salah juga negatif di bawah ini.
Stigma Salah Soal Janda
Janda itu pasti gatel. Duh yah, ini tuh menggelikan sebenarnya sekaligus suka bikin kami panas karena kami sungguh jauh dari ‘gatel’ atau ‘genit’. Boro-boro mau genit, mikirin ngelunasin tagihan sekolah atau tagihan-tagihan lainnya saja sudah bikin kami pusing. Banyak juga kaum lelaki di luar sana yang beranggapan karena kami janda pasti gampangan. Tolong ya Pak, Mas jangan mikir kami perempuan yang gampang dirayu gombal. Yang ada kami rata-rata sudah tahu trick kucing garong dan standard operasi penggombalan dan kami nggak gampang jatuh hati begitu saja kok. Janda genit nan menggoda itu bahwasanya hanya ada di film-film tahun 70an (sampai sekarang pun masih ada! Lihat saja judul film Indonesia yang menggunakan kata Janda!). Dipopulerkan oleh film, musik, buku ini lah yang mencuci otak masyarakat banget. Janda hari gini terlalu banyak yang dipikirin dan diurusin deh boro-boro mau genit.
Waspada lah janda itu sudah pasti bakalan ngerebut suami orang. Pelakor kalau bahasa kekiniannya sih. Duh Mbak-Mbak Istri yang terhormat, please deh! Tau nggak sih? Kebanyakan dari kami para janda ini justru menjadi janda karena mantan suami terlalu doyan main-main di luar yang nggak jelas. Jadi, HARAM judulnya buat kami untuk mendekati suami orang. Suami Anda kerjanya sekantor sama janda? Percaya deh, jandanya pasti lebih milih untuk kerja sebaik mungkin buat menghidupi anak-anaknya dibanding berusaha menggoda suami Mbak. Tidak semua janda berambisi untuk merebut suami orang lho.
Janda – apalagi kalau yang menggugat cerai – itu adalah perempuan egois yang tidak menerima takdir. Ini salah besar, justru perempuan-perempuan yang berani mengambil keputusan untuk bercerai adalah perempuan kuat yang memilih menyelamatkan dirinya, anak-anaknya dari kondisi yang sudah tidak sehat bagi jiwanya dan anak-anaknya. Butuh keberanian teramat besar untuk memutuskan meninggalkan rumah tangga yang jika diteruskan hanya akan berakibat fatal atau menyiksa jadi tolong lah jangan cepat-cepat menghakimi dan melabel sebelum merasakan sendiri bagaimana beratnya berada dalam rumah tangga yang sudah tidak sehat. Empati lebih baik dari pada mencaci-maki orang lain, kan? Justru banyak perempuan yang akhirnya menerima ‘takdir’ karena tidak berani dianggap hina atau dianggap mempermalukan keluarga kalau memutuskan untuk bercerai.
Anak yang orang tuanya tidak lengkap PASTI akan jadi anak-anak bermasalah yang nakal dan sudah diatur. Situ Tuhan? Tahu masa depan anak-anak kami? Maaf ya, melabel anak-anak kami ini amat sangat tidak adil! Kami merasakan sekali bagaimana anak-anak kami cenderung didiskriminasi hanya karena orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Label anak haram apalagi! Duh, tidak ada anak yang pantas dikata-katai sebagai anak haram. Mereka anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada Ibu-Ibu juara tanpa perduli bagaimana mereka hadir kedunia ini. Jadi please, tolong berhenti memvonis anak-anak kami! Enough!
Kami juga manusia kok yang ingin diterima dan diberlakukan dengan baik sama seperti orang lain. Jika tangan kami teriris, kami masih berdarah berwarna merah. Artinya kami juga manusia biasa. Hidup sebagai orang tua tunggal yang harus menjadi tulang punggung menghidup anak-anak sekaligus mendidik mereka supaya menjadi manusia yang baik dan berempati saja sudah berat jadi wajar kalau kami juga menginginkan perlakuan yang setara dari masyarakat tanpa memandang status kami.
Kami tidak meminta banyak, cukup dengan berhenti menjadikan janda sebagai bahan olok-olokan, bahan meme, berhenti menyebarkan stigma negatif di atas terhadap keluargamu atau teman-temanmu.
Itu harapan kami.
Maureen Hitipeuw adalah ibu tunggal dengan satu putra. Maureen membentuk dan mengelola Single Moms Indonesia sejak tahun 2014. Ia ingin Single Moms Indonesia bisa menguatkan dan menginspirasi lebih banyak ibu tunggal untuk kembali berdaya dan berbahagia bersama anak-anak mereka.