1 tahun sudah, aku melewati rangkaian hari tanpa berstatus lagi sebagai nyonya dari lelaki yang pernah menikahiku. Ya, kami telah bercerai sejak Juni 2015 lalu. Dan resmi sudah statusku sebagai single mom, atau seorang janda dengan dua anak.
Di usiaku yang memasuki fase menengah, alias disebut muda… tidak, tua pun belum, malah… Kalau bisa dibilang, aku sedang dalam kondisi yang sangat produktif ini, tak pernah membayangkan bahwa perceraian akan menimpa rumah tangga kami. 13 tahun sudah perjalanan ini kandas, dan menyisakan berbagai duka. Terutama bagi kedua anakku.
Tidak pernah ada pertengkaran besar yang sejatinya bisa dijadikan alasan untuk perceraian ini, karena selama ini, aku melihat sosoknya yang penuh cinta, penuh kasih, dan pengertian. Hingga tiba saatnya, berbagai hal meluluh lantakkan keindahan mahligai yang telah kami bina, dengan waktu yang terbilang cepat.
Hmm… Aku tidak ingin berkata bahwa perceraian ini terjadi karena salah siapa atau siapa. Nyatanya, tidak ada makhluk di bumi ini dengan kesempurnaan 100%. Pun begitu dengan adanya diriku. Sejatinya, segala kekurangan pasangan memang suka atau tidak, harus kita maklumi dan terima. Karena sejak aku memilih dia dan memutuskan menikah dengannya, segala konsekuensinya aku terima. Namun sayang sekali, ketidaksempurnaanku nyatanya tak membuat ia mampu bertahan, dan memilih untuk pergi dariku, tanpa tapi, meski saat itu aku pun sudah berusaha memaafkannya. “Kenapa Ya Allah?” Batinku kerap kali menangis tatkala wajah dua malaikat kecil kupandangi diantara malam saat jiwa dan raga mulai pasrah pada malam.
Namun harus kuakui, pertanyaan itu tak memerlukan jawaban. Karena aku menyadari, ketika takdir tlah tergariskan, maka hanya hati yang boleh menjawabnya, yaitu… pasrah dan mencoba ikhlas atas semua ketentuanNya, lalu kemudian menjadikan takdir ini sebagai bagian dari proses muhasabah agar aku menjadi manusia yang lebih baik. Begitu, bukan?
Dan ternyata, butuh 1 tahun untuk aku bisa bangkit sedikit demi sedikit, apalagi untuk berdiri di atas kaki dan mengakui bahwa “Yup, now I’m a single mom!” Karena jujur saja, untukku pribadi, status sebagai single mom atau janda masih merupakan “momok”, dan akan menjadi ancaman (mungkin) bagian sebagian perempuan. Iya, aku sempat takut sekali dan merasakan stres luar biasa memikirkannya.
Tapi kemudian, aku mulai mencoba berdamai dengan keadaan. Aku mulai melepaskan sedikit demi sedikit segala ekspektasi negatif yang kian menghantuiku. Apalagi, ternyata aku tidak sendirian. Aku bertemu dengan perempuan-perempuan hebat di komunitas Single Moms Indonesia ini, yang dengan berbagai latar belakangnya, telah melewati berbagai fase. Ah, mungkin aku masih yang lebih beruntung dibanding sahabat lainnya yang mengalami kondisi jauh lebih buruk dariku saat proses cerai atau setelahnya. “Kamu beruntung, M! Lalu kenapa harus terus menyalahkan keadaan.” Ditambah lagi dengan anggapan orang lain, mungkin aku harus mulai “legowo” saja. Toh, selama aku hidup, dengan berbagai keadaan atau kondisi, orang lain tetaplah penonton yang sebagiannya akan memberikan tanggapan baik atau sebaliknya. Lalu kenapa aku harus berlama-lama diam di lubang yang sama? Pun, jikalau saat ini aku mulai terbuka dengan statusku, bukan untuk merasa bangga. Tetapi untuk menyadari bahwa, aku adalah makhluk yang terus berproses, dan layak untuk mendapatkan kesempatan lagi sebagai manusia yang lebih baik tanpa seorang pendamping.
Tidak ada yang pernah menginginkan perceraian. Termasuk aku sendiri. Dan tak usah tanyakan, apa sebabnya dan mengapa. Karena sejujurnya, aku sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankannya, semampu yang aku bisa. Namun jika dirasa sabarku terbatas, mungkin sampai situlah batas mampuku sebagai manusia.
Kini, aku adalah seseorang yang baru, yang layak dengan berbagai kesempatan baru, untuk menjadi manusia yang lebih baik. Meski aku sangat tau bahwa diri ini tak akan pernah bisa menjadi yang sempurna, setidaknya aku paham, bahwa Allah Swt telah mempercayaiku untuk menjalani fase ini dengan bimbinganNya langsung. Aku akan tekadkan diri, bahwa aku bisa melewati hari-hari ke depan dengan lebih baik. Karena aku percaya, Allah Swt memampukanku. Lalu kenapa aku harus merasa lemah? -MS-
Contributor adalah anggota SMI yang menyumbangkan tulisannya untuk berbagi di blog.
saya tertarik ingin bergabung dng anda dan ingin bisa menyumbang tulisan pd blog anda bgmn caranya