Janda Juga Manusia. Menjadi seorang janda, adalah sebuah pilihan bagi saya ataupun teman-teman. Meski ada yang mengatakan bahwa menjadi janda adalah sebuah takdir, tapi kami mencoba bertanggung jawab dengan keputusan yang kami ambil. Jangan ditanya, bagaimana rasanya menjadi seorang janda. Tapi jika boleh saya kasih pandangan, berpikirlah ulang sebelum Anda memutuskan untuk benar-benar menjadi seorang janda.
Kehadiran seorang janda saat ini bukan lagi hitungan jari. Saya sendiri cukup sedih ketika mengetahui teman si A, atau teman si B akhirnya menyandang status janda juga. Tapi ya itu tadi, hidup adalah pilihan, meski itu terasa sangat sulit dan menyakitkan. Apalagi, janda kerap kali menjadi objek bullying, objek candaan bagi mereka yang ingin tertawa tanpa berpikir bagaimana sakitnya perasaan kami.
Tak hanya itu, kami yang tadinya juga berteman baik dengan para lelaki, kini harus menerima stigma bahwa “Janda is a rival,” meski kami berteman dengan pasangannya. Para istri menjadi insecure terhadap janda. Padahal tidak sedikit, kegatalan itu datang dari para lelaki, yang mencoba-coba untuk masuk dalam kehiduan janda. “Lumayan lah, buat fun!” begitu kali, ya. Dan itulah yang akhirnya membuat seorang janda membatasai diri dalam pergaulan, atau cukup berteman dengan sesama perempuan saja. Well, setidaknya kami masih punya hak untuk memberikan apa yang nyaman buat diri sendiri, kan.
Menjadi Janda Harus Malu?
Menjadi janda di kota-kota besar, bukan lagi sebuah kemunduran buat saya ataupun teman-teman di Komunitas Single Moms Indonesia. Ketika ditanya, “malu enggak, jadi janda?” Awalnya pasti setiap dari kami memerlukan waktu untuk menerima bahwa status kini telah berbeda. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, kami kerap kali saling memberi pandangan bahwa menjadi janda pun tetap harus kita syukuri. Toh, mungkin saja jika kita masih dalam kehidupan yang dulu, kita tidak bisa sebahagia sekarang. Sekarang, lebih baik memikirkan bagaimana ke depannya. Bagaimana menjalani kehidupan lebih baik, terutama yang telah memiliki anak. Fokuskan pada kebahagian diri dan anak-anak, salah satunya adalah dengan menerima kenyataan, bahwa “janda bukanlah aib.”
Percaya deh, janda juga manusia yang bisa berkarya, janda juga manusia yang layak tampil, janda juga manusia dengan segala kelebihan. Meski kebalikannya, janda juga manusia lemah, yang kadang butuh untuk diberikan tempat, janda juga manusia yang butuh diterima tanpa stigma negatif, janda juga manusia yang berproses untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik. Janda juga manusia, sama seperti kalian yang memiliki harapan dan impian. Namun jangan pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi janda, ya. Karena Anda tidak akan pernah memahami sampai Anda ada dalam kondisi seperti kami. Tapi, semoga saja tidak.
“Being a single mother is twice the work, twice the stress, and twice the tears. But also twice the hugs, twice the love, and twice the pride.”
Contributor adalah anggota SMI yang menyumbangkan tulisannya untuk berbagi di blog.
wew kalo ada yg nanya malu ato nggak, itu tanya balik lo punya otak gak…such a stupid question wkwkwk IMHO being a single mom is definitely not an easy decision to make but it shows breavery and strength and dignity.
Semangat cyiin!